dok : Shutterstock |
Hello
guys, kali ini saya akan membahas mengenai pengalaman apa saja yang saya dapatkan
selama jadi mahasiswa transfer. Nah, pas nih karena memang aku termasuk
populasi mahasiswa transferan. Dulu waktu pertama kali harus milih jurusan
kimia atau farmasi, honestly itu little bit membingungkan. Kalau aku memilih
jurusan kimia langsung bachelor otherwise kalau farmasi itu masih diploma.
Waktu itu lulus kimianya di Universitas Nusa Cendana Kupang kalau farmasi
lulusnya di Poltekkes Kupang. Nah bingungkan cuma karena aku pikir farmasi
kayaknya keren bisa tahu tentang obat-obatan, ya akhirnya milih jurusan
farmasi.
Tahun 2013 aku
resmi diterima menjadi maba di jurusan farmasi, excited banget dulu. Setahun
berjalan sempat kepikiran nih buat ikut tes SBMPTN ulang karena aku pikir kalau
memang bisa lanjut di S1nya ya langsung saja. Sayangnya karena beberapa alasan
jadi tidak jadi ikut SBMPTN. Ya sudah, waktu itu yang dipikiran hanya bagaimana
aku bisa selesai D3nya.
Nah kalau
sekarang, aku sedang on going menyelesaikan bachelorku di Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Makassar. Dari D3 ke S1 itu masih harus tambah 3-4 semester. Kalau di
kampusku tambah 3 semester saja. What saja? Justru karena waktunya lebih
singkat jadi kuliahnya full senin-sabtu dan harus investasi waktu di kampus
selama 9 jam. Belum lagi kalau di rumah harus ngerjain tugas-tugas. Aku rasa
sih bukan cuma jurusan farmasi ya yang berat begini. Terus kalau jadi mahasiswa
transfer nih tidak semua mata kuliah yang kalian ambil di D3 dulu bakal di
recognized sama kampus kalian yang sekarang. Jadi butuh penyesuaian lagi, dan
artinya apa pemirsa? Ya kalian harus ikut labnya, ikut kuliahnya. Memang kalau
mahasiswa transfer begitu jadwalnya padat hihihi.
Oke lanjut ini
dulu, yang pas masih D3 ada satu titik dimana aku pikir apapun nanti gelarnya
yang penting aku menjalankan semua kewajibanku ini dengan baik. Terus ternyata
setelah hampir 3 tahun berjalan pikiranku mulai terbuka dan mulai mengerti
sebenarnya semua ini harus diarahkan kemana. Awal dari semuanya saat aku
pertama kali ikut kegiatan volunteeringnya AIESEC Brawijaya, kebetulan teman
aku Nike Ndaumanu punya project untuk mempromosikan gaya hidup sehat dengan
membiasakan diri minum air putih.
Secara tidak langsung
aku kayak dapat solusinya, nah ini ni yang kurang dari aku. Kenapa aku merasa
kuliahnya siklusnya itu-itu saja. Laporan, ngelab, belajar respon, persiapan
presentasi dan lain sebagainya, rasanya flat kan? Ternyata dengan ikut
kegiatan-kegiatan di luar kampus itu sangat menyelamatkan kita untuk bebas dari
“kuliah yang membosankan”.
Pas Maret teman
aku Annisa dari Bengkulu menyarankan aku
untuk ikut Sekolah TOEFL yang dari kak Budi Waluyoitu, dan Puji Tuhan sekali
lagi aku rasa solusi berikunya aku temukan. Aku mulai semangat untuk ikut
berorganisasi. Berhubung sudah tahun ke-3 di universitas dan artinya pergerakan dalam organisasi menjadi
terbatas jadi aku memutuskan untuk mencari organisasi di luar kampus.
Sampai sekarang
dengan kuliah yang padat aku masih tetap semangat buat ikut organisasi. Kenapa?
Banyak yang aku bisa gain selama mengikuti organisai. Koneksi bertambah,
pengalaman bertambah dan yang paling penting aku merasa kuliahku lebih
bermakna. Pada intinya, aku tidak mengatakan kalau teman-teman yang belum
sempat ikut organisasi itu salah. Ini mungkin hanya satu dari sekian solusi
biar perjalanan kuliah kita menjadi
lebih menyenangkan.
Comments
Post a Comment