Gambar: http://wjb-cpa.typepad.com |
Berhari-hari bisikan-bisikan ini ku dengar. Aku tak tahan
lagi dan ingin segera meluapkannya. Ya sebenarnya mau kuvideokan saja tapi
belum sempat, jadinya supaya jangan menghilang semua tak apa aku pos di blog
saja hehehe. Tulisan ini masih sangat dekat dengan kehidupan kita dalam bermasyarakat
loh pokoknya, tentang perilaku-perilaku kita sehari-hari. Anw, sekarang ini aku
lagi mencari ide untuk pembahasan, aku belum tahu kata apa yang harus
kutuliskan. Aku kemudian berpikir mungkin karena ada hal mengganjal di
pikiranku yang harus segera kuluapkan biar aku bisa berkreasi dengan pembahasan
di skripsi nanti hehehe. Semua pendapat di sini adalah gabungan dari hasil pemikiran,
baca buku, nonton video dan hasil diskusi.
Oke dimulai saja. Jadi sebenarnya tema yang aku bicarakan ini
ada sangkut pautnya dengan berbagai kisah yang aku lalui tiap harinya. Sepertinya ini tulisan yang random saja. FYI,
tulisan ini tidak aku edit lagi, seperti biasa selesai aku tulis langsung
dipost jarang diedit lagi hehehe. Akhir-akhir ini banyak hal yang sering
membuat aku jadi kurang bersyukur, terlebih di masa-masa perjuangan menyusun
skripsi. Melihat teman yang sepertinya sudah hampir selesai bahkan ada yang hampir
selesai kadang membuat pikiran kacau. Lagi galau-galau kan ya, jadi ingat lagi
sama pesan Kak Gita katanya “no body
knows what they’re doing actually”. Yap, kadang kita bilang “eh si A sibuk
banget ya?” atau “eh dia ngerjain apa aja sih kok kelihatannya sibuk banget?”
atau satu lagi “sibuk ya dia enak sudah mau selesai” dan berbagai kata yang
kita keluarkan. Sering menganggap diri kita tidak mampu atau lelet lah. Anggapan
kita ke orang lain sudah mengalahkan semangat kita, ibaratnya jadi pesimis sama
diri sendiri, jadinya apa? Pekerjaan yang harusnya selesai detik itu jadinya
tertunda karena waktu berharganya habis untuk berpikir negatif. Padahal sebenarnya
kita tidak benar-benar tahu apa yang dikerjakan oleh orang lain, belum tentu
itu sesuai dengan apa yan kita bayangkan. Ini benar-benar tidak ada bedanya
dengan perihal membandingkan diri dengan orang lain.
Terus soal self-confidence,
beberapa hari yang lalu pas lagi sendirian aku jadi mikir kenapa orang-orang
malu? Kenapa aku kalau pakai baju yang kurang nyaman kok rasanya tidak PD? Nah untuk
hal ini aku punya 2 pandangan yang berbeda. Perihal pakai baju namun tak
nyaman, itu jadi poin tersendiri kenapa jadinya tidak percaya diri. Contohnya aku
yang sudah kebiasaan menggunakan celana atau rok panjang, once pakai rok yang
ukurannya lebih pendek dari biasanya itu rasanya tidak nyaman banget. Ujung-ujungnya
berimbas ke percaya diri. Tapi kalau bicara soal cara berpakaian yang sangat simple, I have no reason buat malu-malu begitu. Dulu sebelum sampai di
tahap ini, sering sekali bilang gini “eh kalau pakai baju ini cocok ndak? Tidak
kelihatan norak kan?” berbagai pertanyaan yang kulontarkan. Cuma buat make sure kalau temanku bilang “yap, itu
kece nes!”, berarti orang-orang ketika memperhatikanku akan bilang juga “wah
ini kece, gaya berpkaiannya okelah tidak norak bla.. bla.. bla…”. Setelah akhirnya
sadar, lagi-lagi karena video Kak Gita, aku belajar open-minded. Sebenarnya tidak semua orang akan peduli dengan diri
kita, entah itu cara berpakaian atau hal-hal lain yang ada di tampilan luar
kita. Kalau pun ada paling cuma beberapa. Rasanya kita terlalu percaya diri
kalau orang-orang akan memperhatikan kita. Buat aku orang pasti hanya akan
sepintas melihat itu then mereka akan fokus ke diri mereka lagi.
Tentang penilaian, aku tahu ini part membosankan. Tidak ada
orang yang akan berbicara mengenai nilai! nilai! nilai! dan nilai terus. Dulu aku
kalau dapat nilai yang menurutku kurang atau punya nilai yang lebih rendah dari
teman-teman, aku akan galau berhari-hari. Jadi bad mood, hari-hari kacau saja. Pokoknya karena nila setitik jadi
rusak susu sebelanga dah. Nah makin ke sini, aku belajar IKHLAS. No body is
perfect. Kalau kamu bilang “ya aku sama, berada di titik dimana merasa tidak
boleh kalah!”. Jujur saja perasaan dan pikiran-pikiran seperti itu sudah pernah
aku lewati juga. Seperti yang aku bilang tadi makin ke sini, kalau ada hasil
yang keluar paling cuma bisa bersyukur dan berusaha lagi, meskipun kadang suka
sok-sokan kritis terhadap cara penialian tapi to be honest kalau mau dibilang bersyukur, aku benar-benar
bersyukur.
Kenapa aku bisa merubah pola pikirku seperti itu? Tidak lagi
galau soal hasil ujian? Ada beberapa hal yang ingin kuceritakan. Pertama, bersyukur
adalah jalan terbaik. Tugas kita yaitu berdoa dan berusaha, kalau memang
usahanya sudah maksimal tapi tetap dapat hasil yang belum sesuai, ya mau gimana
lagi coba? Aku juga yakin usaha yang maksimal itu bukannya tidak menghasilkan
hasil yang sesuai tapi ada rencana indah dibalik itu. Contoh, aku sudah belajar
kan dari sore sampe malam terus bangun subuh-subuh melawan mata yang masih mau
melek buat belajar. Eh tahunya aku harus remedial, sedih? Iya pasti ada. Tapi apakah
itu cara yang baik? Tentu tidak kan? Nah aku kemudian berpikir kalau remedial
pun taka pa. toh dengan remedial aku bisa jadi lebih paham.
Rasanya egois kalau kita mempermasalahkan keadaan hanya
karena kita tidak mendapatkan hasil yang sesuai. Beberapa minggu yang lalu kami
menjalani ujian kompetensi (UK) biologi. Aku belum lulus, satu sisi aku
bertanya kok belum lulus? Rasanya sudah kujawab semua deh. Aku mulai mengganggu
temanku, bukan dalam konteks a bahwa aku serius mengatakan ini, aku cuma bercanda
saja. “Ah ini karena kamu tidak membagikan bahan bacaanmu, ini karena…”. Yes
kita mulai menyalahkan keadaan. Aku jadi mikir, wah ini sudah parah nih. Kelihatnnya
kita egois banget kalau masih begini terus. Menganggap diri lebih dan tidak
pantas gagal adalah pikiran yang kurang sehat hehehe.
The last point,
kadang ada yang malu kalau belum lulus atau kurang nilainya. Fyiuuuuhhh, sekali
lagi aku pernah ada di tahap itu. Sama seperti prinsip berpakaian di atas. Sebenarnya
orang tidak akan terlalu peduli dengan itu, orang kan pasti fokus ke diri
mereka juga. Kita saja yang merasa terpuruk dan malu dengan nilai kecil. Ini sama
saja kita malu sama usaha kita sendiri, padahal kita sudah berusaha sepanjang
malam begadang buat ujian. Terus kita malu dengan nilai yang menurut kita ala
kadarnya? Menghargai proses dan setiap usaha tentu menjadi pilihan. Paling tidak
kita benar-benar serius belajar. Kalau kita lihat orang-orang sekece Mark
Zuckerberg, Jack Ma, J K Rowling dan lainnya. Mereka tidak instan loh untuk
sampai di tahap itu. Ada penolakan, ada nilai-nilai buruk, tidak diterima di
universitas lah, ditolak penerbit lah. Apakah mereka habis dengan itu? Apakah mereka
gagal? NO.
It doesn't matter if i failed. at least i passed the concept on to others. even if i don't succeed, someone will succeed."-Jack Ma
Oke sekian dulu, jangan lupa share kalau menurut kalian ini
bermanfaat dan tinggalkan tanggapan kalian. Terima kasih.
Comments
Post a Comment