Tulisan ini menjadi refleksi kita
bersama, semoga ada manfaatnya ya !
Memasuki
masa-masa ujian akhir semester (final) umumnya mahasiswa sibuk mengumpulkan
serpihan nilai yang juga belum kelar di asisten-asisten lab, termasuk aku. Minggu-minggu
mendekati final, berarti minggu-minggu mendebarkan mempersiapkan diri untuk
ujian (walaupun sebenarnya banyakan SKS – yang sering SKS pasti ngerti) hehehe.
Hari-hari dimana menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan laporan adalah
sebuah keharusan.
Berbicara soal nilai yang masih
menjadi kontroversi di pikiranku, akhirnya aku memutuskan untuk bilang kalau nilai
itu bukan segalanya. Bukan sok, tapi aku sadar kalau aku memang salah menilai
semuanya selama ini. Sudah lama memang kuping ini mendengar begitu banyak orang
yang sudah memiliki pengalaman kerja mengatakan kalau nilai itu bukanlah
satu-satunya persyaratan yang akan mengantar kita ke gerbang kesuksesan.
Ketika mendapatkan nilai 100 atau
nilai A, pasti kita sangat kegirangan dan merasa kita memang pantas mendapatkan
nilai tersebut. Coba kita balik keadaannya, nyatanya memang sulit menerima
nilai yang berada di bawah teman-teman lain misalnya 50, apa lagi di bawah
standar. Kalau begini pasti merasa tidak pantas menerima nilainya lagi. Padahal
itu semua adalah hasil usaha begadang semalaman. Sama saja tidak menghargai
diri sendiri nih hehehe.
Sampai kapan mau begitu? Apakah memang
kepintaran seseorang diukur dari nilai ujian atau tingginya IPK? Tidak selamanya.
Kebiasaan ini memang aneh bin nyata tapi itulah faktanya. Akhirnya saya berani menuliskan ini, setelah
saya disadarkan oleh tulisan-tulisan Victor Taslim (the author of Impossible to
I am possible), Isna, Kak Uni, Pastor Steve dan disadarkan lewat beberapa
bacaan Kitab Suci.
Apa yang aku dapatkan dari mereka?
Yap aku jadi tahu kalau semestinya kita tidak usah mengkhawatirkan segala
sesuatunya. Banyak yang bilang usaha tidak akan mengkhianati hasil. Mungkin hari
ini nilai yang kamu dapatkan tidak sesuai harapan, tapi aku yakin pasti
semuanya akan terbayar. Ingat deh! Thomas Alfa Edison gagal hingga 9,999 kali
hingga menemukan bohlam lampu yang dinikmati sekarang. Mencoba untuk menguatkan
diri sendiri dan mensuport teman-teman yang mungkin sedang dirundung duka
karena nilainya “kurang”. Yuukk kita bangkit lagi, semangat lagi!!!! It’s not
the end, it’s just the beginning.
Mengambil setiap kejadian positif
dari setiap hasil yang aku dapatkan memang lebih nikmat dibanding baper karena
nilai : pertama aku percaya kalau aku belum kalah, aku yakin ini adalah
potongan keberhasilanku, kedua itu tandanya aku belum benar-benar paham dengan
apa yang aku kerjakan, dan ketiga ini merupakan reminder supaya kalau dapat nilai yang lebih baik, jangan sombong.
Tidak dapat dipungkiri bahwa nilai
menjadi ukuran juga ketika akan melamar beasiswa atau pekerjaan dan nilai pula
yang akan menghantarkan kita ke gerbang kelulusan. Terus, mana yang dimaksudkan
kalau “nilai bukan segalanya”? Kembali ke konteks “Nilai Bukan Segalanya”, yang
aku maksudkan adalah dengan nilai yang belum memuaskan tidak berarti hidupmu
berhenti di situ saja. Sekali lagi buat aku, nilai bukan segalanya yang
kemudian menjadi ukuran kecerdasan seseorang. Yang aku amati banyak teman-teman
yang cerdas, tapi nilai akademiknya biasa-biasa saja.
Kuy, yang masih merasa tidak adil
karena sudah belajar semalaman, tapi hasilnya tetap nihil. Yakinkan dirimu, tidak
ada yang nihil, semuanya akan berguna di kemudian hari.
Beberapa hari yang lalu temanku mengirim
sebuah foto ke grup kelas. Foto sederhana yang sarat akan makna. Fotonya menjelaskan
mengenai analogi pohon dan kepintaran. 1 pohon yang tinggi menjulang namun
tidak dapat menaungi manusia di bawahnya, sebaliknya ada 1 pohon yang tidak
begitu tinggi tetapi bisa menaungi beberapa manusia di bawahnya. Ini sama saja
dengan kepintaran seseorang, banyak yang pintar tapi tidak dapat berbagi dan
ada juga yang biasa-biasa saja tetapi mampu untuk berbagi dengan yang lain (nyambung tidak ya
dengan topiknya?) hehhe
Akhirnya, aku mau bilang “nilai
bukan segalanya” maksudnya sebagai penyemangat untuk aku dan teman-teman kalau
gagal kita masih ada kesempatan untuk bangkit. So, don’t be sad. We still have million
opportunities to rise up.
Semangat
belajar!!!
Comments
Post a Comment