Sugar Story
(kisah manis
dari penjual koran)
Hari masih
sangat pagi, aku dan teman-temanku sudah bangun dari tempat tidur kami yang
hanya beralas sebuah tikar yang sudah usang. Kami semua tidur bersama-sama agar
ketika bangun, anggota keluarga yang lain tidak terganggu. Rasa tak nyaman
kadang menemani tidur kami kala tulang yang terbungkus dengan sedikit lemak ini
kesakitan, saat harus bertumpu pada kayu ranjang yang kaku dan keras ini. Tapi
kami tak boleh mengeluh ini adalah salah satu dari sekian hal yang patut kami
syukuri. Ketika satu per satu dari kami terbangun kami pun mulai memanjatkan
doa kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa dan Maha Kasih yang telah memberikan
kami semangat baru dan hari baru pada kami.
“Ucang doa
dulu ya! “ajar Ipul pada ucang yang badannya masih kecil tapi sangat gesit.
“Amir, Ucang,
Ipul ayo kita bergegas ke kali nanti kita terlambat” aku mengajak semua ke kali
untuk mandi.
Maklum
tempat tinggal kami sungguh jauh dari kata sempurna. Jangankan istana kecil
kami yang tak memiliki sekat, kamar mandi pun kami tak punya. Tapi di balik itu
semua kami masih bersyukur karena masih bisa terus bersama-sama.
“iya,
ayo kita pergi cepat, , , pasti air kali yang dingin akan membuat tubuh kita
segar” ucap amir dengan semangat.
Ya itulah kami, , , selalu mengawali pagi dengan semangat.
Kami yakin awal yang baik dan memengaruhi yang akan terjadi selanjutnya….
Biasanya
setelah pulang mandi dari kali kami menyempatkan diri untuk membeli gorengan di dekat lampu
merah,,,,itu pun jika ada uang, tapi kalau kantong lagi kering berarti perut kecil
kami ini tidak mendapat jatah sarapan tapi meski begitu kami tetap senang.
Karena Tuhan masih memberi napas kehidupan untuk kami, sehingga kami masih bisa menjual
Koran.
Sehabis itu,
kami lalu pergi mengambil Koran untuk kami jual……..
Sambil berjalan menyusuri trotoar disepanjang Jln
Sudirman aku dan yang lainnya bercakap-cakap, , , sepintas mengenai isi Koran
yang tertera di halaman paling depan.
“ Amir, apa
pendapatmu soal konytor itu? “Tanya Ipul
“
Menurutku mereka tidak sepatutnya berbuat demikian dan untuk
para penegak hukum, mereka harusnya mengambil langkah yang benar-benar
efektif untuk memberantas korupsi’’ jawab amir.
Perbincangan yang singkat namun bagi kami sangat
berarti. Walau kami semua tidak sekolah tapi kami juga tidak ingin kehilangan
berita. Ya setidaknya dapat mengobati kerinduan dan keinginan untuk berjumpa
dengan buku-buku pelajaran.
tak terasa kami sudah sampai di perempatan Jl.Eltari
“Izzi, sepertinya masih sangat sepi bagaimana kalau
kita membaca-baca tulisan di koran ini “ tanya ipul pada ku
“baik kak , siapa tahu saja ada ilmu yang bisa kita
dapatkan !”
Kebiasaan kami memang seperti itu , bila jalanan
belum ramai kami meyempatkan diri untuk membaca . walaupun kami tidak sekolah
tapi semangat untuk belajar terus
berkobar . terkadang bila kami melihat anak seumur kami memakai seragam
sekolah , hati seakan tak kuasa untuk menahan sedih. Tapi kami akan lebih sedih
dan kasihan apa bila ada anak sekolah yang
kerjanya cuma ugal-ugalan dan cuma bersenang-senang saja tanpa berfikir kalau
masih banyak orang yang juga ingin bersekolah namun tak mampu, tanpa berfikir
kalau orang tua mereka bekerja dengan menguras segala tenaga berusaha sampai
keringat membasahi seluruh badan yang sudah hampir keriput.
Kami anak-anak penjual Koran merasa sangat gembira saat
jalanan sudah dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan orang berduit.
“Koran-koran. . . Koran.” Suara kecilku sudah mulai
keluar saat menawarkan Koran pada orang-orang yang kebetulan berhenti pada saat
lampu merah mulai menyala.
Satu persatu Koran sudah mulai terjual, hati semakin
girang. Tak sabar rasanya untuk pulang membawakan ibu hasil kerja keras kami
ini.
“Pak korannya pak!!” Aku menawarkan Koran pada salah
seorang pengendara motor yang berseragam PNS ini, berharap ia mau membeli Koran
di tanganku ini.
Mungkin hari ini memang hari keberuntungan, semua
Koran terjual habis maklum saja berita tentang para penjilat uang rakyat itu
mampu menyedot perhatian rakyat yang penasaran.
Jam sudah berada di angka 1 (siang) perut kami seakan tak mau lagi
berkompromi, aku, Amir, Ipul & Ucang memilih untuk pulang dulu, dari pada
nanti kami sakit.
Keringat yang berkucuran tak mengalahkan semangat
kami, hal yang tetap menguatkan kami adalah tetap semangat. Sebelum sampai di
rumah aku menyempatkan diri untuk membeli sedikit lauk di gang jalan masuk
rumah. lumayanlah buat kami nikmati sekeluarga.
“selamat siang bu! Aku dan yang lain sudah pulang.”
Aku menyapa ibu yang ternyata sibuk menyiapkan makanan siang. Aku
menyerahkan kepada ibu sebungkus lauk
yang tadi aku beli.
“ terimakasih banyak nak, kamu sudah mau bekerja
keras untuk membantu bapak dan ibu “ ucapan ibu membuatku terharu.
“ Iya bu,!”
“kalau begitu, kamu panggil teman-temanmu !” pinta
ibu padaku.
Aku langsung memanggil teman-teman, dan kami cuci tangan
bersama, lalu makan.
“Makasih Tuhan akhirnya kenyang juga.” Ucap Ipul
“O iya habis makan kita, duduk diteras depan dulu ya.”
Ajak Amir
“Iya, aku juga mau cerita-cerita” kataku
“Mau cerita ap kak??” kata Ipul
“kakak kamu cerita penjual Koran seperti kita, tapi
ia pekerja keras, hingga ia menjadi pengusaha sukses!”
“wah pasti bagus sekali yah kak ceritanya?”
“ Ia pasti cang,!! “jawabku dengan yakin
“ ya sudah ayo kita bereskan dulu piring-piring ini
barulah kita ke teras depan.” Ajakku pada wajah-wajah kecil ini.
Kami pun mulai barcerita tentang kisah-kisah manis
dari penjual Koran itu sungguh sangat menginspirasiku. Aku yakin aku juga bisa
sukses seperti dia asal ada niat, usaha, pantang menyerah dan tetap berharap
pada Yang Maha Kuasa.
By ; Agnes Vivi Lestary
Cerpen saya yang 2 kali diterbitkan oleh Timor Express dan
sempat dibaca oleh KepSek.
ya walaupun cerpennya tdk sebagus yang lain. But, i’m so proud of it. Setidaknya ini hal yang cukup baik buat saya...
thanks for visit my blog J
ya walaupun cerpennya tdk sebagus yang lain. But, i’m so proud of it. Setidaknya ini hal yang cukup baik buat saya...
thanks for visit my blog J
Comments
Post a Comment